Ngasak, Sebuah Tradisi Lokal yang Disulap Garda Pangan Jadi Solusi Susut Pangan


Tradisi ngasak, yang telah turun-temurun dilakukan masyarakat Jawa Timur, kini diberdayakan kembali oleh Garda Pangan untuk mengatasi susut pangan. Praktik ini melibatkan pemungutan hasil panen yang tertinggal di ladang setelah panen utama. Selain di Jawa Timur, tradisi serupa juga dikenal dengan istilah “gacar” di Gresik, “ngunuh” di Lombok, “danda” di Gorontalo, hingga “leles” di Banyuwangi. Semua istilah ini mencerminkan semangat yang sama: memanfaatkan hasil panen agar tidak terbuang sia-sia.

“Ngasak memungkinkan hasil panen yang tersisa di lahan tidak terbuang sia-sia, melainkan dimanfaatkan untuk membantu warga yang membutuhkan. Dengan cara ini, tradisi lokal dapat menjadi solusi nyata terhadap masalah susut pangan,” ujar Qatrunnada Rafifa Zalfani, Program Manager Garda Pangan.

Sejak diimplementasikan, program ngasak Garda Pangan telah menyelamatkan lebih dari 33.000 kg hasil panen dari berbagai jenis komoditas, seperti kubis, kentang, tomat, hingga buah naga. Hasil panen ini didistribusikan kepada lebih dari 16.000 penerima manfaat, kebanyakan dari masyarakat pra-sejahtera yang kesulitan mengakses pangan bernutrisi. Tidak hanya itu, kegiatan ini juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dengan mencegah emisi gas rumah kaca sebesar 63.213 kg CO2-eq.

Ngasak juga menjadi solusi bagi masalah susut pangan di tingkat petani. Salah satu penyebab utama adalah hasil panen yang tidak memenuhi standar pasar—seperti ukuran kecil atau bentuk yang tidak sempurna—sehingga tidak layak jual, meski masih aman dikonsumsi. Selain itu, saat harga komoditas anjlok, petani sering kali tidak memanen hasilnya karena biaya panen tidak sebanding dengan keuntungan. Dalam kondisi seperti ini, Garda Pangan dan relawan mengerahkan tenaga untuk memanen hingga 3.000 kg hasil tani dalam sehari dan segera mendistribusikannya.

“Kegiatan ngasak juga menjadi sarana edukasi yang sangat efektif. Peserta dari berbagai latar belakang dan generasi dapat merasakan langsung bagaimana tantangan di lapangan, mulai dari panen hingga distribusi. Ini menumbuhkan rasa respek terhadap makanan dan kesadaran untuk tidak membuang makanan sembarangan,” tambah Nada.

Melalui ngasak, Garda Pangan tidak hanya menyelamatkan pangan, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial dan menjaga kelestarian tradisi lokal. Langkah ini membuktikan bahwa kearifan lokal dapat diintegrasikan dengan solusi modern untuk mengatasi isu pangan global secara efektif.

Kisah inspiratif tentang program ngasak ini bahkan telah didokumentasikan dalam buku Teladan Bijak Kelola Susut dan Sisa Pangan yang diterbitkan oleh Bappenas, JP2GI, dan GAIN, dengan dukungan Bapanas serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Publikasi ini menjadikan cerita ngasak sebagai contoh nyata dan inspirasi bagi komunitas atau pihak mana pun yang peduli terhadap isu food loss dan food waste. Garda Pangan menunjukkan bahwa langkah kecil berbasis tradisi lokal dapat menciptakan perubahan besar dalam mengatasi permasalahan global.