Share on :
IKAN LAUT DAN STUNTING
Saat ini dalam bahasan pembangunan nasional maupun global, stunting sering disebut sebagai hal strategis dalam pembangunan sumber daya manusia. Stunting merupakan masalah gizi yang disebabkan minimnya asupan gizi terutama selama seribu hari pertama kehidupan (1.000 HPK). Stunting berdampak pada kondisi fisik, kesehatan, dan kecerdasan anak yang dalam jangka panjang dapat mengganggu produktivitas ekonomi dan kesehatannya di masa depan.
Gizi Ikan Laut
Pencegahan stunting dapat dilakukan melalui pola makan yang banyak mengandung protein dan senyawa lain yang mendukung metabolismenya. Menurut data prevalansi gizi (Riskesdas, 2018) rata-rata penduduk Indonesia mengkonsumsi serealia (257,7 gram) dan umbi (109,5 gram). Berikutnya, ikan (78,4 gram), sayur (57,1 gr) dan daging (42,8 gram), buah dan telur tidak begitu tinggi, yakni 33,5 gram dan 19,7 gram. Dari berbagai kelompok makanan tersebut, yang kandungan proteinnya signifikan adalah daging, ikan, telur, susu dan beberapa jenis makanan nabati. Diantara bahan pangan tersebut, telur dan ikan memiliki kelebihan asam amino lebih lengkap, serta lebih mudah dicerna. Dalam protein ikan terdapat asam amino Taurin yang berfungsi merangsang pertumbuhan sel otak anak usia di bawah lima tahun.
Saat ini senyawa Omega-3 cukup populer, banyak dikenal sebagai asam lemak yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan sel otak pada anak-anak. Kandungan senyawa ini pada ikan adalah sekitar 210 mgper 100 gram daging ikan. Pada lobster, tiram, , dan seafood lainnya, antara 105-150 mg per 100 gram. Sedangkan pada daging ayam, kambing dan sapi, hanya antara 18-22 mg per 100 gram.
Ikan sebagai Solusi
Sebagai negeri kepulauan terbesar di dunia dan wilayahnya sebagian besar berupa laut, tentu banyak ikan laut tersedia di negeri ini. Menurut riset yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada tahun 2014, penduduk Indonesia dalam mengkonsumsi ikan dan olahannya, paling banyak mengkonsumsi ikan laut (42,6%), disusul dengan ikan air tawar (23,4%). Olahan ikan hanya 8,7%, udang, kepiting, dan olahannya 2,6%, sedangkan cumi, kerang dan olahannya hanya 1,2%.
Dalam kajian yang sama, rerata per-orang per-hari konsumsi ikan dan olahannya, untuk ikan laut 25,5 gram, olahan ikan 16,6 gram, ikan air tawar 11 gram, udang, kepiting dan olahannya 3,9 gram, sedangkan cumi, kerang dan olahannya 1,1 gram.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2018, apabila dilihat tiga jenis ikan yang paling banyak dikonsumsi pada 34 provinsi, yang paling tinggi adalah jenis tongkol, tuna dan cakalang, yakni di 29 provinsi, disusul ikan mas dan nila di 15 provinsi, kembung dan banyar di 13 provinsi, selanjutnya ikan teri di 10 provinsi, lele di 9 provinsi, serta bandeng di 8 provinsi. Pada data tersebut terlihat memang ikan laut lebih dominan, dibanding ikan air tawar.
Upaya memecahkan masalah stunting melalui peningkatan konsumsi ikan, tentu tidak cukup dengan upaya peningkatan produksi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah masalah distribusi bagi konsumen yang jauh dari sentra produksi ikan, serta pemahaman konsumen mengenai nilai gizi ikan yang menyehatkan dan mencerdaskan. Sangat diperlukan pula edukasi atau penyuluhan mengenai cara penanganan ikan yang baik pada nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan penjual ikan, agar produk yang mudah rusak tersebut masih berkualitas bagi konsumen.
Guna memperoleh efektivitas upaya tersebut, untuk membangun kolaborasi antar berbagai unsur terkait, tahun 2018 telah dibentuk Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia (JP2GI), berfungsi menjembatani Kementerian Kesehatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian terkait lainnya, serta Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan organisasi masyarakat, untuk menurunkan susut pasca panen dan meningkatkan nilai gizi, termasuk bersama-sama memerangi stunting. Semoga dengan banyak mengkonsumsi ikan, negeri bahari ini akan memiliki generasi penerus yang berkualitas, sehat dan cerdas, serta memutuskan rantai kemiskinan.***
Penulis: Dr. Soen’an Hadi Poernomo
*Ketua Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia (JP2GI)
*Dosen Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP)