MELIHAT PELUANG MENJADI UANG; SEBUAH STRATEGI PENGURANGAN FOOD LOSS AND WASTE


BOYOLALI,-  Kampung Lele, itulah sebutan dari Desa Tegalrejo, Kec. Sawit, Boyolali, Jawa Tengah. Berjarak sekitar 10 km dari pusat Kota Boyolali, kawasan ini terkenal sebagai salah satu desa penghasil ikan lele terbesar di Jawa Tengah. Usaha kampung lele di desa Tegalrejo ini semakin hari semakin berkembang. Pembibitan lele di kampung itu dimulai pada tahun 1996 hingga kini sudah ratusan warga setempat menekuni budidaya lele.

            Awalnya masyarakat desa kampung lele melakukan pembudidayaan ikan lele dengan 2 kolam sebagai pemancingan lalu semakin hari semakin berkembang menjadi 2.000 lebih kolam. Hasil panen ikan lele tersebut selain dikomsumsi oleh masyarakat setempat, biasanya digunakan juga untuk dijual ke daerah lain. Selain dijual dalam bentuk lele segar, hasil budidaya lele di Tegalrejo juga dibuat aneka macam olahan berbahan lele. Antara lain abon lele, keripik lele, kerupuk, hingga bakso, dan banyak macam olahan yang tentunya dikelola oleh masyarakat sekitar kampung lele.

            Ibu-Ibu yang tergabung dalam PKK Tegalrejo lah, yang memulai usaha pembuatan olahan dari lele yang dibudidaya di kampung mereka dan menjadikan UMKM yang dinamai “KARMINA”.  Karmina dibentuk pada tanggal 16 januari 2006 oleh ibu Kades Triasning Sigit Supomo di kampong lele Ds. Tegalrejo Kec.Sawit Kab. Boyolali, dengan jumlah anggota 15 orang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga dan seiring dengan perkembangan sekarang sudah menjadi 22 orang. Kegiatan dari Kelompok Wanita Mina Utama ini yaitu mengolah hasil budidaya ikan lele yang sudah lebih dulu terbentuk yaitu kelompok Pengolah Ikan Wanita Mina Utama. UMKM ini mulai berkembang sejak dibina oleh Dinas Perikanan Kabupaten Boyolali tahun 2007 dan menjadikan KARMINA sebagai pioner dalam pengolahan lele dengan olahan sebanyak 80kg/hari untuk dimasak dan 10ton/hari untuk dijual ke Yogyakarta.

            Hal menarik dari kelompok pengolahan lele ini bukan hanya dari banyaknya olahan produk yang diproduksi, tetapi juga praktek baik (best practice) pengolahan lele dari KARMINA dalam mengurangi susut dan sisa pangan. Praktik baik ini bisa bisa ditiru oleh kelompok pengolah lainnya atau ibu rumah tangga dalam mengolah produk olahan lele nirlimbah yang baik bagi lingkungan.

            Ikan lele yang menjadi bahan baku utama produk olahan di kelompok KARMINA sudah tidak menghasilkan limbah lagi. Mulai dari kulit hingga daging sudah diproses untuk menjadi olahan, sedangkan isi perut ikan lele juga tetap dimanfaatkan untuk menjadi pakan hewan ternak. Tulang ikan diolah menjadi kerupuk sehingga tetap termanfaatkan.

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) Susut dan sisa pangan (Food loss and waste) sendiri terbagi menjadi dua, yaitu sust pangan (food loss) mencakup penurunan kuantitas atau kualitas makanan akibat keputusan dan perilaku pemasok makanan di luar ritel, penyedia jasa makanan, dan konsumen. Sedangkan sisa pangan (food waste) adalah sisa pangan yang dibuang akibat keputusan dan perilaku produsen dan peritel, penyedia jasa makanan, dan konsumen. Sisa pangan tersebut masih bisa diolah menjadi makanan tapi dibuang begitu saja.

            Dari praktik baik ini, tentunya diharapkan dapat memberikan wawasan yang bermanfaat untuk khalayak ramai, tidak hanya pemerintah daerah, tetapi pelaku usaha dan masyarakat luas dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pangan dan memperkuat ketahanan pangan lokal. Dari praktik baik ini pula, KARMINA membuktikan mengurangi susut dan sisa pangan dapat dilakukan di sekitar kita dan terlebih lagi bisa dijadikan sebuang PELUANG USAHA dan lagi-lagi menjadi PEL”UANG” yang sangat bermanfaat untuk masyarakat.